Saturday, March 7, 2009

K.N.L. Foundry Sdn .Bhd



Salam...

Aloha..bertemu lagi..cm dh lmer rsenyer x anta entri dkt cni...
Msti pelikkn...entri KNL Foundry...tmpt LI ku...tpi nape ttber der Bunkface nie...
hahha...

Saturday, November 22, 2008

*~Hati Mukmin Pasti Menangis~*

Suatu petang, di Tahun 1525. Penjara tempat tahanan orang-orang di situ terasa hening mencengkam. Jeneral Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan. Setiap banduan penjara membongkokkan badannya rendah-rendah ketika ‘algojo penjara’ itu melintasi di hadapan mereka. Kerana kalau tidak, sepatu ‘boot keras’ milik tuan Roberto yang fanatik Kristian itu akan mendarat di wajah mereka.

Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseorang mengumandangkan suara-suara yang amat ia benci.

“Hai… hentikan suara jelekmu! Hentikan… !” Teriak Roberto sekeras-kerasnya sambil membelalakkan mata.

Namun apa yang terjadi? Laki-laki dikamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu’nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang. Dengan marah ia menyemburkan ludahnya ke wajah tua sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyucuh wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala. Sungguh ajaib… Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan.

Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat galak untuk meneriakkan kata Rabbi, wa ana ‘abduka… Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, “Bersabarlah wahai ustaz… InsyaALlah tempatmu di Syurga.”

Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustaz oleh sesama tahanan, ‘algojo penjara’ itu bertambah memuncak marahnya. Ia memerintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-kerasnya sehingga terjerembab di lantai.

“Hai orang tua busuk! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa hinamu itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu! Ketahuilah orang tua dungu, bumi Sepanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan bapa kami, Tuhan Jesus. Anda telah membuat aku benci dan geram dengan ’suara-suara’ yang seharusnya tidak didengari lagi di sini. Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mahu minta maaf dan masuk agama kami.”

Mendengar “khutbah” itu orang tua itu mendongakkan kepala, menatap Roberto dengan tatapan yang tajam dan dingin. Ia lalu berucap, “Sungguh… aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, Allah. Bila kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku turuti kemahuanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh.”

Sejurus sahaja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah berlumuran darah. Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah ‘buku kecil’. Adolf Roberto berusaha memungutnya. Namun tangan sang Ustaz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat.

“Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!” bentak Roberto.

“Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!” ucap sang ustaz dengan tatapan menghina pada Roberto.

Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu lars seberat dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustaz yang telah lemah. Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan ‘algojo penjara’ itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur. Setelah tangan tua itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya baran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung.

“Ah… seperti aku pernah mengenal buku ini. Tetapi bila? Ya, aku pernah mengenal buku ini.”

Suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan “aneh” dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Sepanyol.

Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustaz yang sedang melepaskan nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam. Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak. Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto.

Pemuda itu teringat ketika suatu petang di masa kanak-kanaknya terjadi kekecohan besar di negeri tempat kelahirannya ini. Petang itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa gugur di bumi Andalusia. Di hujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka gelantungan tertiup angin petang yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara.

Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mahu memasuki agama yang dibawa oleh para rahib. Seorang kanak- kanak laki-laki comel dan tampan, berumur sekitar tujuh tahun, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua. Kanak kanak comel itu melimpahkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan kanak - kanak itu mendekati tubuh sang ummi yang tak sudah bernyawa, sambil menggayuti abinya.

Sang anak itu berkata dengan suara parau, “Ummi, ummi, mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa… .? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi… “

Budak kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu apa yang harus dibuat . Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya budak itu berteriak memanggil bapaknya, “Abi… Abi… Abi… “ Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapa ketika teringat petang kelmarin bapanya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.

“Hai… siapa kamu?!” jerit segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati budak tersebut. “Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi… “ jawabnya memohon belas kasih.

“Hah… siapa namamu budak, cuba ulangi!” bentak salah seorang dari mereka. “Saya Ahmad Izzah… “ dia kembali menjawab dengan agak kasar. Tiba-tiba, Plak! sebuah tamparan mendarat di pipi si kecil.

“Hai budak… ! Wajahmu cantik tapi namamu hodoh. Aku benci namamu. Sekarang kutukar namamu dengan nama yang lebih baik. Namamu sekarang ‘Adolf Roberto’… Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang buruk itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!” ancam laki-laki itu.

Budak itu mengigil ketakutan, sembari tetap menitiskan air mata. Dia hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya budak tampan itu hidup bersama mereka. Roberto sedar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustaz. Ia mencari-cari sesuatu di pusat laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah ‘tanda hitam’ ia berteriak histeria, “Abi… Abi… Abi… “

Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Fikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapanya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai ‘tanda hitam’ pada bahagian pusat. Pemuda bengis itu terus meraung dan memeluk erat tubuh tua nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas tingkah-lakunya selama ini.

Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun lupa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, “Abi… aku masih ingat alif, ba, ta, tha… “ Hanya sebatas kata itu yang masih terakam dalam benaknya. Sang ustaz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyeksanya habis-habisan kini sedang memeluknya.

“Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhi Abi, tunjukkan aku pada jalan itu… ” Terdengar suara Roberto meminta belas. Sang ustaz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika setelah puluhan tahun, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.


Sang Abi dengan susah payah masih boleh berucap. “Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu,”

Setelah selesai berpesan sang ustaz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah “Asyahadu anla IllaahailALlah, wa asyahadu anna Muhammad Rasullullah… ‘.

Beliau pergi dengan menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang dibumi yang fana ini. Kini Ahmah Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya, Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya…

www.iluvislam.com

Thursday, November 20, 2008

Sekadar Nak Update Blog..ahahaha..

Salam... In The Name of Allah.. The Most Beneficent and Merciful..

Well..long time rsenyer..x tulis kt blog yg mmg dh x nmpk serinyer nie..ahahha..
patik mmg agk mls sbnanyer nk menulis blog nie..blog ni tercipta pon ats dasar sesjer tgk kekwn ader blog..padahal diri sndri mmg amtla mls nk menulis blog..huhuhu...
tapi sememang nyer daku menulis blog der misi..iaitu klu di izinkan-Nya la..
smuga misi ini tercapai...Amin...
Well..time ak write blog nie adalah pder tarikh 20 November 2008..di mner.. sgt lengangla hostel ini dgn mnusia...huhuhu..mmg amtla membosankn klu anda sume nk time..xdptla nk di gambarkan cmner..waaaa..derita2x...huhuhu...so..xder bnder nk tulis dh..bosn weh..sungguh..
TOLONGLA DAKU...

Monday, October 13, 2008

Bingkisan tulus dari Adam untuk Hawa...


Hawaku...
Meski aku Adam, gagah pada luaran, ada kalanya aku juga tewas dalam godaan. Walau aku pemimpin Khalifah bagimu, aku juga selalu tersungkur kalah akibat nafsu. Nafsu ku satu, akalku sembilan, namun yang satu itu sering menjadikan aku di laur kawalan, kadangkala aku juga tewas dalam lautan duniawi, lemas dalam dunai sendiri. Andai aku leka dan alpa, ingatkan ak untuk kembali pada-Nya, kerana sesungguhnya di balik seseorang lelaki, berdiri seorang wanita.

Hawaku...
Walaupun aku durjana duniawi, aku juga impikan wanita solehah sebagai suri. Justeru, ingatkan aku agar tingkatkan ibadah, kelak aku bisa menjadi suami soleh. Ingatkan aku supaya mengalukan Kalamullah, agar dapat aku memandu ke syurga Al-Jannah. Sedarkan aku agar akku mengejar keredhaan Ar-Rahman, agar hidupku sentiasa aman. Bangunkan aku bertahajud bersamamu, agar kelak rahmat-Nya tiada tandingan untukku. Aminkan doa bacaanku, moga nanti luas syurgamu. Taat dan patuhilah aku, kelak solehah jadi milikmu.

Hawaku...
Aku suka jika kau menutup aurat dari pandangan buas durjana. Aku suka jika kau tidak sesuka hati menabur cinta duniawi sebaliknya kau titipkan buat zauj mu kelak. Aku suka jika kau bidadari sentiasa mengejar kebahagiaan ukhrawi. Aku suka kalau kau bersifat keibuan supaya kelak zuriatku penuh kesantunan mu. Aku lebih suka kata-kata mu penuh berhemah kerana itu menunjukkan kau wanita berhemah. Aku suka jika kau berdikari, agar kelak kau mampu berdiri sendiri. Lagi indah kalau kau berperibadi mulia, kerana itu sebaik-baik hiasan dunia. Aku suka kalau kau pandai menjaga maruah, agar dirimu tidak terlalu murah. Lebih elok jika kau mampu berfalsafah, kerana itu simbol mar'a fatonah. Peliharalah agama seperti mana auratmu terjaga rapi, siramlah hati dengan taqwa, sebagai bekalan menghadap Yang Kuasa. Hiasi peribadi dengan sifat mahmudah. Agar kelak tidak dipandang lemah. Meski kau di cipta daripada rusuk ku yg bengkok, namun ada ketika tangan yang di sangka lembut mengayun buaian mampu menggoncang dunia mencipta sejarah.

Oleh itu,ingatlah aku Adam mu yang sering leka dan alpa. Kelak Hawa ku ini bakal menghuni al-Firdausi.


Dari Hawa untuk Adam

Adamku...
Kau sebenarnya imam dan aku adalah makmum. Aku adalah pengikutmu kerana kau adalah ketua. Jika kau benar, maka benarlah aku. Jika kau lalai, maka lalailah aku. Wahai Adam, kau punya kelebihan akal manakala aku kelebihan nafsu. Akalmu, nafsumu satu. Akalku satu, nafsuku beribu. Oleh itu, Adam, pimpinlah tanganku kerana aku sering lalai dan lupa, sering tergelincir ditolak nafsu dan konco-konconya.

Adamku..
Aku suka kalau kau mengimami solat ku pada setiap waktu. Akan ku aminkan doamu agar kelak luas syurga ku. Lebih aku suka kalau kau bangunkan ak bertahajud bersama mu, agar nanti diberkati Ya Rabbi. Kenalkanlah aku pada majlis-majlis agama. Ajarilah ak Yassin dan memahami Al-Quran. Kau ajaklah aku mengalunkan jantung Kitabullah di malam Jumaat yang penuh barakah. Khabarkan padaku tentang fardu-fardu yang patut aku tahu. Bimbinglah ak dengan amar ma'ruf dan nahi mungkar.

Adamku..
Ajarilah aku agar menjadi isteri mu yang solehah. Didiklah aku supaya menjadi permata di kaca lembah. Selimutkanlah aku dengan iman dan takwa bekal ke jalan Allah. Ingatkan aku supaya hormat, tunduk dan patuh padamu setiap waktu. Tolongla aku wahai Adam agar ak tidak beku. Bantulah aku agar otakku tidak buntu. Selamatkanlah aku daripada seksa api neraka yang tidak tegar aku tanggung. Pimpinlah aku menuju Nur al-Jannah. Tarbiahlah aku supaya kelak aku calon srikandi solehah. Bantulah aku dalam menyemai sifat mahmudah. Moga aku dapat menjadi secerdik Aisyah Humaira Rasulullah, setulus hati dan kasih laksana Siti Khadijah, sezuhud dan sepatuh Rabiatul Adawiyah, sekuat iman umpama taatnya Sumayyah, seikhlas dan semurni hati Halimas Sa'diah dan segagah dan seteguh Nailah al-Farashiyah yang tegar meski tangan bermandi darah membela Khalifah Allah. Seindah hiasan adalah wanita solehah, moga aku hiasan terindah hidupmu Adamku.